Saturday, September 19, 2009

Peregangan yang baik


Setelah operasi penggantian lutut, seseorang pasien harus menjalani terapi fisik yang menyakitkan. Sebagai bagian dari terapi rutin yang harus dijalani, terapis akan menarik lututnya sampai kaki menekuk serta meregangnya dengan kuat.
“Peregangan yang baik,bukan?” kata terapis.
“Tidak, ini menyakitkan,” jawabnya sambil meringis kesakitan.

Namun segera ia memahami betapa pentingnya meregangkan otot dan persendian seseorang agar dapat bergerak secara penuh. Terkadang hal itu memang menyebabkan rasa tidak nyaman.

Dalam proses belajar di Kumon, hal ini sering terjadi. Saat di mana level pelajaran yang dikerjakan oleh siswa terasa sebagai “peregangan” yang membuat mereka keluar dari zona nyamannya. Tetapi hal ini adalah “peregangan yang baik” yang dapat menguatkan kemampuan mereka melampaui tingkatan kelas. Biasanya ini saat-saat rawan bagi anak-anak untuk memutuskan cuti atau berhenti. Padahal pengalaman keluar dari kenyamanan ini justru menjadi bagian penting pembentukan karakter anak. Berhenti pada saat merasa susah, bosan atau lelah mengajarkan anak-anak untuk menyerah. Padahal di kehidupan mereka selanjutnya, kemampuan untuk bertahan ini sangat berguna, bahkan sampai dewasa. Dengan belajar mengalahkan rasa tidak nyaman atau melewati kesulitan, anak-anak akan bisa maju dengan lebih baik di level selanjutnya. Tidak heran bila kita melihat anak-anak yang belajar di atas tingkatan kelas lebih nyaman mengerjakan lembar kerjanya. Mereka sudah mempunyai karakter kuat untuk melewati kesulitan sekaligus mendapatkan ketrampilan lebih dengan belajar mandiri. Biasanya di saat anak belajar 2 atau 3 tingkat di atas kelas, mereka sudah bisa belajar sendiri dari contoh soal. Yang diperlukan adalah perhatian dan dorongan semangat dari orangtua.

Ketika anak-anak melewati masa “susah” itu, cobalah bertahan. Anda mungkin terkejut, betapa “peregangan yang baik” dapat menguatkan kemampuan anak dan memunculkan potensi besarnya.

Baca Selengkapnya....

Wednesday, September 16, 2009

Betapa dahsyatnya lidah!


Beberapa waktu yang lalu, saya menerima sms dengan kata-kata yang kasar. Meskipun hanya sebatas perkataan dalam bentuk tulisan, tetapi dampaknya cukup menyakitkan perasaan saya. Dan hal ini membuat saya berpikir tentang “verbal abuse”.

Sebagai orangtua, terkadang kita pun lalai menjaga perkataan kita. Kita lupa, bahwa kekerasan terhadap anak-anak bukan hanya secara fisik, tetapi perkataan kasar dan kotor yang terlontar terhadap mereka pun akan mempengaruhi jalan hidupnya, bahkan mampu menghancurkannya. Perkataan yang kasar dan buruk biasanya jauh lebih kuat tersimpan dalam ingatan anak-anak kita. Tidak heran jika mereka pun bisa dengan mudah berbicara kasar dan sembrono kepada orang lain.

Anak belajar dari pengalamannya. Bila ia dibesarkan dengan pujian, ia akan tumbuh menjadi seseorang yang percaya diri. Jika dibesarkan dengan cacian, ia akan tumbuh menjadi seseorang yang gemar memaki orang. Jika dibesarkan dengan ucapan terima kasih, ia akan tumbuh menjadi seseorang yang mengerti artinya bersyukur. Jika dibesarkan dengan celaan, ia akan tumbuh menjadi anak yang tidak percaya diri.

Berapa banyak perkataan kasar yang mungkin tidak sengaja kita lontarkan kepada anak-anak kita? Mungkin hanya sebuah gurauan, namun mereka akan menyimpannya untuk suatu saat dikeluarkan kepada orang lain, bahkan mungkin lebih kasar!
Bukan hal yang mudah untuk mampu melihat kesalahan pada diri sendiri, apalagi di hadapan anak-anak. Tetapi kita adalah model teladan mereka. Menyadari kesalahan dan memperbaikinya bukanlah aib.

Komunitas belajar di Kumon tidak hanya terbatas untuk anak-anak. Tetapi juga bagi guru dan orangtua. Melalui proses belajar anak-anak, baik Matematika ataupun Bahasa Inggris, kita bisa belajar untuk membentuk karakter yang baik pada diri mereka. Berikan pujian dan dukungan setulusnya dalam setiap langkah kemajuannya. Bila kita masing-masing berusaha sungguh-sungguh melakukannya bagi anak kita, tentu kita dapat mewujudkan suatu perubahan besar bagi perdamaian dunia. Dan tak lupa semuanya tetap disertai dengan doa.

Baca Selengkapnya....

Monday, September 7, 2009

Squeak ! Squeak !


Nelly is wearing her new shoes.
“Look, Grandad ! I can march !”
“Knees up ! Knees down !”
sings Grandad, as they march out into the kitchen.
All of sudden, there’s a squeak !
Squeak !
“That sounds like the squeak, squeak of a s queaky toy.” Says Grandad.
They look under the table but there is no toy to be found.

“Look, Grandma, I can twiz and twirl !”
“Round and round,” laughs Grandma,
as they twiz and twirl down the hall.
All of sudden, there’s a squeak !
Squeak !
“that sounds like the squeaky wheels of a tricycle<” whispers Grandma. They look out of the window but there is no tricycle to be seen. “Look, Mummy, I can make big monster steps !” “Thump ! Thump !” shouts Mummy, as they make big monster steps into the bedroom. All of sudden, there’s a squeak ! Squeak ! “That sounds like the squeak, squeak of a mouse,” whispers Mummy. They look on top of the wardrobe but there is no mouse to be found. “Look, Daddy ! I can bunny hop !” “Bouncy ! Bouncy !” laughs Daddy, as they bunny hop into playroom. All of sudden, there’s a squeak ! Squeak ! “That sounds like the squeak, squeak of hamster on its wheel,” says Daddy. They look in the cage but the hamster is asleep. Just as Nelly jumps down there’s another squeak ! Squeak ! “I know what it is!” laughs everyone together. “It’s the squeak, squeak of Nelly’s new squeaky shoes!”

Baca Selengkapnya....

Saturday, September 5, 2009

Bulan Ramadhan.......


Selamat menjalankan ibadah puasa....semoga tetap semangat dan sehat sampai akhir bulan Ramadhan...
Saat-saat bulan puasa merupakan kesempatan orangtua untuk melatih anak-anak disiplin. Walaupun hal ini tentu saja tidak selalu mudah. Melatih anak-anak menjalankan ibadah puasa sedini mungkin akan memberikan nilai plus tersendiri baginya kelak. Untuk itu orangtua harus membayar uang muka berupa kesabaran, pengertian, dan tenaga ekstra.
Membimbing dan mendidik anak adalah sebuah proses yang tidak akan ada habisnya. Kadang kita merasa anak-anak sudah cukup besar untuk memilih sendiri mana yang baik dan mana yang tidak. Tetapi kita tidak bisa begitu saja membiarkannya, karena bagaimanapun mereka tetap membutuhkan perhatian dan arahan dari orangtua. Ini adalah tanggung jawab kita sebagai orangtua untuk tiada lelah memberikan dukungan kepada anak-anak agar mereka tidak terseret pada hal-hal yang buruk.
Jika kelak anak-anak telah benar-benar dewasa, mereka tentu akan bersyukur bahwa kita telah menjadi sahabat mereka melewati masa-masa transisi menuju kedewasaan.

Pembimbing.

Baca Selengkapnya....

Wednesday, September 2, 2009

Kisah Rumah Orang Bijak dan Orang Bebal



Pada suatu hari ada dua orang yang akan membangun rumah. Orang pertama adalah orang yang bijak, mulai membangun rumahnya di atas fondasi batu karang yang kuat. Menghabiskan waktu bertahun-tahun sampai rumahnya siap. Sementara orang kedua, segera membangun rumahnya di atas lahan pasir dan dalam waktu cepat telah selesai.

Si orang bebal pun melintasi lahan dimana orang bijak masih bersusah payah membangun rumahnya. Dalam hati ia berkata,”Betapa bodohnya kamu, membangun rumah di atas batu karang. Lihat, sampai sekarang kamu belum selesai membangunnya!”
Orang bijak tersebut tetap diam dan bekerja, sampai akhirnya rumahnya pun selesai dibangun.

Tak lama setelah itu, datanglah hujan badai yang besar dan angin kencang yang menghantam rumah mereka. Rumah orang bijak tetap berdiri dengan kokoh karena dibangun diatas fondasi yang kuat, tetapi rumah orang bebal dengan segera runtuh dan ia pun kehilangan seluruh rumah dan harta bendanya.

Sama seperti membangun rumah yang kokoh dengan fondasi yang kuat, metode Kumon bertujuan agar siswa mempunyai dasar kemampuan yang kuat untuk memahami Matematika SMA dengan baik. Itulah mengapa diperlukan waktu yang lebih lama pada saat mereka belajar materi dasar. Kemampuan materi-materi dasar yang terlihat mudah dan itu-itu saja adalah fondasi mereka untuk memahami matematika tingkat atas. Mereka akan belajar sampai melewati tingkatan kelas dengan mudah karena dasarnya kuat.

Terkadang kita tergiur untuk memperoleh hasil dalam waktu singkat. Seingkali pula kita mengabaikan proses karena membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Padahal dalam proses inilah sesungguhnya banyak sekali yang dapat kita pelajari. Dengan melewati semua proses tersebut dan kemudian anak belajr di atas tingkatan kelas, akan terbentuk sikap-sikap disiplin, tekun, tidak mudah menyerah, mandiri dan percaya diri. Semuanya merupakan “life skills” yang tentu berguna demi mencapai cita-cita mereka.

Mari kita bantu setiap anak untuk mewujudkan cita-citanya melalui metode Kumon.

Baca Selengkapnya....

Tuesday, August 4, 2009

Jatuh Bangun dalam Proses Belajar

Belajar berjalan membutuhkan sebuah proses yang tidak singkat. Diawali dengan tengkurap, mulai mengangkat kepala, mulai mengangkat badan dengan bertumpu pada telapak tangan dan dengkul, mulai merangkak, baru setelah itu anak mulai belajar untuk berdiri di atas kakinya sendiri. Mungkin ia hanya mampu bertahan untuk berdiri lagi. Setelah itu ia mulai mengangkat kakinya untuk melangkah, satu langkah, dua langkah, tiga langkah, terjatuh, bangun lagi, melangkah lagi. Orangtua yang mengasihinya terus memberinya semangat untuk bangkit dan berjalan lagi.
Perjalanan hidup kita sebagai orangtua pun demikian. Mengalami jatuh dan bangun dalam belajar menjadi orangtua yang baik. Anak-anak adalah berkat Tuhan. Berkat berarti tanggung jawab. Tugas kita sebagai orangtua adalah mengarahkan hidup anak-anak menuju kehidupan yang baik. Tentu kita pun bisa belajar dari anak-anak yang belajar berjalan. Tidak mudah menyerah dan terus mau berusaha. Bila jatuh, berusaha bangkit lagi.
Di kelas Kumon, anak-anak pun belajar proses jatuh bangun. Di awal masa belajar mungkin materi masih mudah, saatnya mereka belajar disiplin, konsentrasi dan trampil menyelesaikan tugas. Setelah level pelajaran maju, maka tingkat kesulitan meningkat dan anak-anak belajar fokus pada tugasnya dan menjadi lebih mahir mengerjakannya. Bila level pelajaran telah melampaui tingkatan kelas, belajar mandiri akan terbentuk. Pengalaman akan mengajarkan mereka untuk tidak kalah dengan kesulitan. Kalau berusaha, akhirnya bisa. Sampai akhirnya anak-anak menyadari sendiri ternyata mereka hebat! Sama seperti seorang anak yang akhirnya bisa berjalan sendiri dan bahkan berlari.
Bila anak-anak mau berusaha, tentu orangtua pun mau berusaha. Mendidik dan membimbing anak harus dilakukan dengan rutin, teratur dan berkesinambungan.
Jadi, ayo,tetap bersemangat menjadi orangtua bagi masa depan yang lebih baik.

Baca Selengkapnya....

Malas Belajar dan mengerjakan PR?



Saat mendengar kata “belajar”, banyak anak yang enggan untuk melakukannya. Orangtua seringkali harus berteriak-teriak menyuruh anaknya belajar atau mengerjakan PR, sementara anak-anak lebih memilih untuk bermain atau menonton televisi.
Sebenarnya PR yang diberikan bermanfaat untuk anak agar dapat berlatih mempunyai rasa tanggung jawab terhadap suatu tugas. Namun banyak kendala yang sering dialami orangtua dalam mengatasi anak yang malas mengerjakan PR.
Tentunya orangtua ingin anaknya menjadi pintar dan tidak ketinggalan pelajaran, tetapi bagaimana caranya agar anak senang belajar dan mengerjakan PR? Mungkin beberapa tips ini bisa membantu.

1. Menjadi contoh yang baik. Saat orangtua mnyuruh dan mengawasi anak belajar, usahakan orangtua juga terlihat seperti mempelajari sesuatu. Misalnya dengan membaca buku atau menulis sesuatu. Sesekali ajak anak berdiskusi mengenai suatu topik yang hangat. Dengan demikian anak melihat bahwa orangtuanya pu belajar sama seperti mereka.
2. Memilih waktu belajar yang baik. Ketika anak lelah, ia akan enggan belajar. Pilih waktu di saat ia merasa segar. Anda bisa mencoba pada sore hari setelah mandi atau mengerjakan PR sebelum acara TV favoritnya mulai. Hal ini memudahkan anak untuk selalu ingat jam belajarnya dan akan memotivasi mereka untuk belajar serius dan cepat.
3. Membuat jadwal belajar. Anak cenderung malakukan sesuatu dengan pasti. Jadwal belajar rutin membuat anak mengerti bahwa jam yang ditentukan tersebut merupakan waktunya untuk belajar.
4. Mengenali daya konsentrasi anak. Setiap anak mempunyai daya konsentrasi yang berbda-beda. Apabila anak mempunyai daya konsentrasi yang pendek, maka kita perlu memberikan istirahat sejenak disela-sela waktu belajarnya.
5. Memberikan bantuan saat anak membutuhkan. Pada saat kesulitan, coba membantu dengan menjelaskan bagaimana cara untuk menyelesaikan soal tersebut, sehingga anak dapat mengerjakan tugasnya tanpa harus terjebak pada soal yang sulit.

Baca Selengkapnya....

Wednesday, June 10, 2009

Keistimewaan Pekerjaan Rumah (PR) di KUMON


PR cukup sering menimbulkan konflik. Di satu sisi, ada orangtua yang senang bila anaknya mendapat PR. Alasannya apabila anak tidak ada PR malah jadi main terus, tidak ada kegiatan. Ada juga orangtua yang memberi alasan lain, kuatir anaknya ketinggalan dibanding dengan murid lain yang diberi PR. Tetapi ada juga orangtua yang justru mengeluhkan PR yang dianggap membebani anak. Karena dengan PR, anak jadi tidak punya waktu istirahat dan bermain. PR menimbulkan banyak tanya di kalangan orangtua siswa. Apa manfaatnya? Seberapa banyak PR seharusnya? Berapa jam sehari dibutuhkan untuk PR? Apakah PR untuk semua anak? Atau hanya untuk anak yang nilai pelajarannya kurang memuaskan?
Sebenarnya PR merupakan kelanjutan dari apa yang dipelajari siswa di kelas. Memastikan apakan siswa dapat menyelesaikan tugasnya secara mandiri. Tugas ini juga merupakan peluang bagi siswa untuk belajar bertanggung jawab. Kelak anak pun terlatih mengatur waktu dengan baik. Dengan PR anak diajar untuk memiliki kebiasaan belajar. Anak-anak harus memahami bahwa belajar tidak identik hanya di kelas saja, tetapi bisa dilakukan di mana saja, termasuk di rumah. Bila anak bisa menyelesaikan PR dengan baik dan mendapat pujian dari guru/pembimbingnya, akan membantu membangun rasa percaya diri anak. Anak memandang dirinya sebagai seseorang yang sanggup mengembangkan tanggung jawab dan menyelesaikannya. Sebuah awal yang baik untuk membentuk jiwa kepemimpinan dalam diri seseorang.
PR bisa disebut sebagai homelink, karena PR merupakan jembatan penghubung antara sekolah dan rumah. Dengan adanya PR merupakan kesempatan bagi orangtua untuk mengetahui apa saja yang sedang dipelajari anaknya dan sejauh mana anak mampu memahaminya.
Perhatian orangtua akan memotivasi anak untuk mengerjakan tugasnya dengan baik. Besar dan bentuk perhatian ini tergantung usia anak. Bila anak masih SD mungkin orangtua perlu ikut duduk atau membantu memahami bila diperlukan. Tetapi seorang remaja perlu dibiarkan mengerjakan tugasnya sendiri. Orantua cukup mengecek hasil akhirnya. Ketika orangtua menganggap bahwa PR itu penting dan menunjukkan minat pada tugas tersebut, anak akan mengerjakannya dengan sungguh-sungguh.
Bangun motivasi anak untuk membuat PR. Anak akan lebih termotivasi mengerjakan tugasnya bila memiliki orangtua yang senang membaca, menulis, berpikir dan mengajaknya berdiskusi.
PR yang ``tepat`` bila dikerjakan dengan baik, dapat menolong anak membentuk kebiasaan belajar dan sikap yang baik. PR dapat membantu orangtua untuk memahami kondisi anaknya. Ini dakan mendorong jalan terbentuknya kecintaan pada pelajaran, yang berkembang terus sepanjang hidup.

Baca Selengkapnya....

Friday, June 5, 2009

Reading Comprehension


Ability to read not only can read aloud what is written, but the ability to understand what they read. Because it is actually the meaning of reading.
The target of Kumon EFL is reading comprehension. To achieve the target, students need to understand the number of vocabulary. Without it, certainly can be difficult to understand the story. Learning process with listen and repeat, read aloud and writing exercises are part of learning to understand words or sentences. Once enough, students are introduced to the structure of the sentence. Sentences that have been introduced previously described structure. So the sentence is not new for them. The higher the level of the lesson, the more interesting story, because the level of understanding the students had also increased. So in Kumon EFL center students would enjoy at higher level. There are the classic tale, general knowledge and so on. In addition to studying the structure of language, students enjoy the stories and also get additional knowledge.
Love to read is very good for children. Start by reading the simple story but interesting for them.
So that the reading activities be fun. Occasionally give children the opportunity read stories to their parents. Listen with enthusiasm. This provides strong encouragement that they read better.
Make sure that children like their reading. Give them the stories that can inspire positive things in themselves. The result will be extraordinary!

Baca Selengkapnya....

Tuesday, June 2, 2009

Pola Asuh Anak Sekarang

Menjelang akhir tahun ajaran, sebagian besar orang tua sibuk dengan jadwal ulangan dan ujian anak-anaknya. Seluruh perhatian tertuju pada kegiatan tersebut. Menjaga kesehatan anak-anak, mengatur jam belajarnya, sampai mengingat jadwal ulangan tiap-tiap harinya. Orang tua masa kini lebih terlibat dalam kegiatan anak-anaknya. Kemajuan teknologi dan informasi memungkinkan setiap orang tua sekarang bisa belajar bagaimana pola pengasuhan yang baik. Buku, majalah dan seminar parenting banyak diminati para orang tua. Hal yang sangat positif tentunya.
Bagaimana dengan orang tua masa lalu? Apakah pola pengasuhan mereka selama ini tidak baik? Lihatlah diri kita sekarang, menjadi pribadi yang baik dan bertanggung jawab terhadap anak-anak kita. Bukankah kita ini juga hasil dari pola asuh orang tua kita di masa lalu? Tentu kita pun diasuh dengan cara-cara yang baik.
Selalu ada yang lebih baik dan semakin baik. Inilah proses belajar yang sesungguhnya dalam kehidupan. Belajar dari pengalaman, memperbaiki yang kurang benar dan mempertahankan hal-hal yang memang sudah baik. Bila kita melakukannya secara kontinyu, maka kualitas hidup kita akan semakin baik di kemudian hari. Demikian juga kualitas hidup anak-anak kita di masa depan.
Children are the future. Children’s education is what will the future.

Baca Selengkapnya....

Saturday, May 2, 2009

Anak bagai Mutiara....

Tidak mudah bagi kita sebagai orangtua dalam membimbing anak-anak. Kelelahan yang mengiringi setiap langkah dan kemajuan mereka mungkin awalnya terasa sebagai beban tiada akhir. Tetapi semua itu indah bak mutiara, yang terbentuk dari selapis demi selapis keringat dan mungkin air mata. Sebagai orangtua tentu kita akan berusaha semaksimal mungkin untuk mempersiapkan masa depan anak-anak kita, tetapi hal tersebut pun harus dibarengi dengan kepasrahan, jika ternyata yang diharapkan meleset dari kenyataan. Dalam perjalanan kehidupan anak-anak ada kekuatan yang lebih besar yang mengatur jalan mereka, yaitu Tuhan. Manusia diberi “cobaan hidup” sebagai suatu “ujian”. Jika berhasil melaluinya dengan baik, akan mendapatkan kesempatan mencapai tingkat kehidupan yang lebih baik.
Anak-anak adalah anugerah dan sekaligus ujian.Sebagai anugerah harus kita syukuri. Sebagai ujian berarti peluang untuk naik kelas ke jenjang yang lebih tinggi. Berikan kasih yang tulus kepada anak-anak. Berikan cinta kasih yang tulus dan mendidik, bukan memanjakan dan melindungi secara berlebihan. Mereka akan tumbuh menjadi anak yang mandiri, terlatih dan tegar menghadapi kehidupannya.
Marilah kita sebagai sesama orangtua saling memberikan dukungan dan semangat dalam mengasuh anak-anak kita. Jadilah teman bagi semua orang. Sebuah senyum tulus dan menghibur jauh lebih baik daripada nasihat panjang dan lebar yang tidak bermakna.
Semoga para orangtua diberi kekuatan untuk tetap bahagia dalam membimbing serta mengasuh anak-anak.

Pembimbing Kumon Candraloka : Alpharia Rynant

Baca Selengkapnya....

Giving Students a Sense of Self

In discussing education, there is a saying,” Teaching children how to fish rahter than giving them fish that already caught”. Looking at this saying from children’s point of view, it means if we continue to be given fish that other people caught,we will always be dependent upon other. Instead of we learn how to fish for ourself, we can become self reliant and independent of others. In essence, we learn “how to fish” by developing self learning ability.
What is “self learning”? Self learning is when one studies willingly, solve problems independently and correct their own mistakes. In the KUMON method, worksheet are graded in small steps, and include examples when the new concepts are introduces so that students can learn independently. Students solve the problems by looking at the examples.
Some parents seeing the word “self learning” may be under the impression that we do not teach the students or give them any guidance at all. That is not true. We do give guidance to students. However, if we teach in response to each query that a student has, we would ruin the opportunity for the child to become a self learner. That’s way at KUMON there is no teaching at the initial stages. If we teach the students everything, they are unable to develop self learning abilty by themselves. Therefore, we let them attempt to work out the answer on their own at least for the first time. If they continue to have a problem than of course guidance is provided.
Kumon’s goal is to make students independent in the future, however, we often give children answer too quickly. Children are often given fish but not coached how to catch a fish. Therefore, what parents think to be kind and thoughtful maybe inhibiting children’s independence.
At KUMON we are always aiming to equip students with life skills. Like most parents we want children to develop ability to set their own tasks, learn and think by themselves, make independent judgments and act on their own to find better solutions.

Baca Selengkapnya....

“Senangnya mencapai 3 tingkat di atas tingkatan kelas!”



Frinda Tamala, siswa kelas 4 SD Madania Bogor, akhirnya mencapai 3 tingkat di atas tingkatan kelas. Saat-saat ini memang sangat dinantikannya. Setiap mendapatkan buku daftar kemajuan, dia selalu menanyakan,”Kapan aku dapat bintang hitam?”
Memulai pelajaran Kumon di akhir Agustus 2007, saat masih kelas 3 SD dengan titik pangkal A1, Frinda terlihat sangat bersemangat. Di bulan ke empat, ia sudah belajar di atas tingkatan kelas. Sepanjang belajar di Kumon, Frinda hanya pernah sekali terlihat kesulitan, waktu di pengurangan pecahan level E. Sampai menangis karena merasa sulit menghitungnya. Pengurangan pecahan dengan meminjam bilangan bulat, agak sulit dipahami pada awalnya. Tetapi dengan pengulangan yang cukup Frinda ternyata enjoy di materi selanjutnya. Level E dan F dilaluinya dengan sangat baik. Bahkan di level G pemahamannnya termasuk cepat. Hanya sering kali harus diingatkan untuk teliti menghitung. Sampai-sampai harus diingatkan untuk tidak buru-buru tiap kali mengerjakan PS. Kemajuan Frinda saat ini H120. Materi penerapan persamaan, dimana Frinda sudah bisa menyelesaikan persamaan majemuk (persamaan dengan dua sampai empat variabel).
Pengalaman Frinda melampaui kesulitan dan bangga dengan hasil yang diraihnya, bisa menjadi contoh bagi anak-anak lain. Kita pasti bisa, asal mau mencobanya. Dan rasakan betapa senangnya bisa mencapai 3 tingkat di atas tingkatan kelas. Frinda, kamu sudah berusaha keras, hebat sekali! Jangan menyerah dan tetap semangat ya, target berikutnya masuk Liga I dan menjadi completer.

Baca Selengkapnya....

Friday, March 20, 2009

Proses Belajar di KUMON


Bila diibaratkan pertandingan lari, maka belajar di Kumon seperti lari marathon. Pada saat lari marathon, terkadang keinginan untuk berhenti dan menyerah timbul di tengah perjalanan. Tetapi tentu latihan ketangguhan yang sudah dilalui akan membuat pelari tetap berlari sampai finish. Faktor penentu kemenangan bukan terletak pada kecepatan, melainkan ketekunan dan ketangguhannya dalam menghadapi tantangan sehingga tidak menyerah sampai garis finish.
Proses belajar di Kumon membentuk karakter seperti seorang pelari marathon. Kunci keberhasilan bukan dari kepandaian atau kecerdasan saja, melainkan ketekunan dan sikap pantang menyerah menghadapi kesulitan. Hal ini dimulai dengan sikap disiplin dalam menjalani proses belajar. “Hanya sekitar 20 menit setiap hari,” seperti yang saya sampaikan di awal masa belajar anak-anak di Kumon. Bila hal sederhana ini disiplin dijalankan, sedikit demi sedikit kemampuan konsentrasinya akan lebih baik. Hasilnya mereka akan lebih efisien dalam mempergunakan waktu.
Bayangkan anak belajar selama 1 jam, tetapi karena konsentrasinya tidak baik, mereka mungkin hanya menyerap 50% saja dari materi yang mereka pelajari. Tetapi dengan konsentrasi yang tinggi, tentu belajar 30 menit sudah cukup. Mereka masih punya banyak waktu untuk beraktifitas yang lain. Kumon tidak menghabiskan waktunya.
Sebagian siswa bulan April ini sibuk mempersiapkan UAS dan UAN. Tentu bukan hal yang mudah. Tetapi dengan kebiasaan belajar yang baik, efisiensi waktu yang sudah terlatih, saya yakin mereka bisa belajar dengan nyaman.
Sebagai orangtua, mari kita memberikan dukungan dan dorongan bagi anak-anak untuk tidak menyerah menjalani proses mewujudkan impian mereka.

by: Alpharia Rynant - Pembimbing

Baca Selengkapnya....

Thursday, January 29, 2009

Mencapai Puncak

Dua orang pemuda mendaki gunung untuk melihat matahari terbit. Dua jam berlalu, selama waktu itu mestinya mereka sudah tiba di pucak. Namun, mereka baru menempuh setengah jalan, karena kerap berhenti kelelahan. Tiap kali beristirahat, mereka melihat pemandangan indah di bawah. Godaan di hati acap kali muncul :”Buat apa naik lagi? Di sini saja pemandangannya sudah indah!” Setelah tiba di puncak, barulah mereka menyadari betapa mereka rugi apabila berhenti mendaki. Pemandangan di puncak ternyata jauh lebih indah daripada di tempat-tempat perhentian.
Perjalanan belajar di Kumon ibarat pendakian menuju
puncak. Di pertengahan jalan terkadang timbul rasa lelah, bosan dan sulit. Godaan terbesar yang seringkali muncul adalah rasa telah cukup lama berjuang dan hasilnya sudah tampak, buat apa berjuang lagi? Akhirnya kita berhenti. Sama seperti pendaki yang tergoda untuk berhenti karena pemandangannya sudah terlihat indah.
Puncak dari belajar di Kumon adalah untuk menjadi completer. Lulus Kumon sampai akhir. Sebelum mencapai puncak, saat timbul rasa penat, tentu godaan untuk menyerah akan timbul. Titik jenuh awal biasanya hanya karena kebiasaan belajar belum terbentuk dengan baik. Ini masih sangat awal, hasil belum terlihat dengan jelas. Jangan menyerah hanya karena rasa malas. Kebiasaan belajar perlu sekali dibentuk di awal masa belajar. Godaan berhenti muncul dikala siswa mulai belajar di atas tingkatan kelas. Justru ini awal siswa belajar mandiri. Biasanya akan mengalami sedikit kesulitan karena materi pelajaran baru mulai dikenalkan dan siswa dilatih untuk belajar dari contoh soal. Kemampuan siswa umumnya sudah baik, kelancaran belajar pun sudah terbentuk. Hasil belajar sudah terlihat. Tapi ini belum seberapa. Hasil terbaik masih harus diraih. Harus terus maju. Kesulitan tidak untuk ditinggal dengan sikap menyerah, harus dikalahkan. Kelak ini menjadi bekal siswa menjadi pribadi yang kuat dan tekun. Bila siswa berhasil mencapai puncak, mereka akan menyadari betapa jauh lebih indah pemandangannya. Jauh lebih banyak manfaat dan rasa puas berhasil mengalahkan kesulitan. Ini menjadikan keyakinan mereka bahwa dalam hal apapun mereka tidak akan mudah menyerah. Akan ada yang jauh lebih indah saat mencapai puncak.
Di sepanjang perjalanan belajar di Kumon, ada saat-saat penuh godaan untuk berhenti. Tetapi untuk mencapai hasil yang terbaik, jangan pernah kalah dan menyerah. Capai garis akhir, menjadi completer, dan rasakan betapa indahnya bisa mencapai puncak.

Baca Selengkapnya....

Sunday, January 4, 2009

Pendidikan Anak Usia Dini


Usia di bawah lima tahun (balita) merupakan usia yang paling menentukan dalam pembentukan karakter dan kepribadian seseorang. Termasuk juga pengembangan intelegensi, yang hampir seluruhnya terjadi pada usia balita. Bila seseorang sudah terlanjur mempunyai karakter yang buruk pada usia dewasa, akan susah sekali untuk berubah. Sebagaimana halnya sebatang pohon bambu, setelah tua susah dibengkokkan.
Anak-anak usia balita memiliki intelegensi laten yang luar biasa. Namum pada umumnya kita sebagai orang tua dan guru hanya mengajarkan sedikit hal. Sesungguhnya anak-anak usia dini belajar dengan cara yang sederhana. Rasa ingin tahu yang luar biasa dan kemampuan menyerap informasi sangat tinggi. Sehingga semakin banyak input yang diberikan, akan semakin banyak kesempatan otaknya untuk mengolahnya, sehingga semakin besar pula outputnya. Ini artinya otak mepunyai lebih banyak kesempatan untuk berlatih sehingga kecerdasannya pun akan jauh lebih berkembang.
Ketika baru lahir, berat otak bayi memang hanya 25% dari berat otak orang dewasa. Tetapi dalam jangka waktu dua bulan, jumlah sel otak bayi sudah sama dengan jumlah sel otak orang dewasa, walaupun beratnya belum menyamai berat otak oeang dewasa. Mengapa bisa demikian?
Sebelum dilahirkan,250.000 sel otak tumbuh setiap menitnya melalui proses pembelahan sel (mitosis). Sehingga ketika lahir, setidaknya di otak bayi sudah ada 100 miliar sel otak. Padahal setiap sel otak mempunyai potensi menjadi “alat” pemroses informasi. Sehingga bisa dibayangkan bagaimana dahsyatnya potensi otak anak. Jumlah sel ini tidak lagi bertambah ketika bayi berusia dua bulan.
Sel-sel otak tersebut semakin membesar, semakin “gemuk” dan mulai membagi diri berdasarkan fungsi dan posisinya. Hasilnya pada usia 3 – 4 tahun berat otak anak telah mencapai 75% berat otak orang dewasa. Di tahun kelima, berat otak anak sudah mencapai 90% berat otak orang dewasa. Proses penggemukan ini berlangsung hingga anak berusia 12 tahun. Pada usia ini, berat otak anak sudah sama dengan berat otak orang dewasa.
Masalahnya adalah sel-sel otak itu tidak akan berarti apa-apa apabila serabut yang menghubungkan antar sel otak tidak terhubung dengan sel otak yang lain, apabila tidak diaktifkan. Inilah yang terjadi pada sel otak anak. Jumlah serabut sel otaknya belum sebanyak pada orang dewasa. Untuk memacu pertumbuhannya,diperlukan stimulus yang berupa rangsangan melalui organ-organ sensorik, melalui pancaindera.
Semakin banyak latihan yang diberikan pada otak anak membuat serabut yang menghubungkan antara sel otak menjadi lebih tebal dan kuat. Sehingga proses pengolahan input akan semakin cepat karena adanya hubungan antar sel otak tersebut. Kita melihatnya sebagi anak yang cepat memahami informasi. Hubungan antar sel otak yang kuat akan membentuk daya ingat yang kuat, tidak mudah lupa. Latihan dengan pengulangan yang cukup, seperti yang dilakukan di Kumon, akan membentuk daya ingat yang kuat. Jadi proses pengulangan adalah hal penting dalam proses belajar anak usia dini.
Oleh karena itu pendidikan sejak usia dini tidak boleh dianggap sepele dan diabaikan. Pendidikan yang menanamkan nilai-nilai luhur kemanusiaan (pengembangan intelegensi/kecerdasan, karakter, kreativitas, moral dan kasih sayang universal) sangatlah perlu diberikan pada anak-anak sejak usia muda. Fasilitas terbaik seharusnya diberikan pada lembaga pendidikan kanak-kanak. Dedikasi guru dan dukungan penuh dari orang tua akan menjamin keberhasilan pendidikan anak-anak.
Akankah kita menyia-nyiakan potensi anak usia dini yang sangat luar biasa ini? Tentu saja tidak.

by: Alpharia Rynant

Baca Selengkapnya....

Learning English Enhances Our Ability to Communicate with People around the World


Today, there are 60 countries in the world that used English as their official language. If you add all of the other people who use English even though it is not their official language, somewhere between one-quarter to one-third of world’s population uses English on daily basis. Also, more than 80 percent of the information found on the internet is English. As such, it is not an excessive to say that, as a means of communication, English is the common language of the world.
With the wide uses of the Internet and e-mail, the ability to read and write English is becoming even more crucial. We need the ability to read and write fluently, so that we can quickly read a large amount of English materials and send out our own ideas and opinions expressed in English. If we developed children’s listening and comprehension ability from a young age, they will benefit greatly later on whenever they find themselves in situation where English is needed. Indeed, the optimal time for English comprehension is when they are still young children.
Many people have still failed to develop their ability in English. It is important to enable children to first enjoy studying language before they can develop a positive attitude towards studying learning English and desire to communicate with people of the world. And, to enjoy learning English, they must have confidence in themselves. To develop this confidence, children need to be immersed in an environment where they can amass the experience of “I can understand! I can read! I can write!” This can be achieved by letting them learn through a method that emphasizes the development of reading, writing and listening abilities. Learning in this way, at their own pace, they will personally experience their progress on a daily basis with a feeling of “I can understand! I can read! I can write!” As the globalization of our society accelerates, people with English ability can play active roles throughout the world. English ability indeed brings us much wider choices in our lives.

(From : “Life Skills” – Education Builds the Future)

Baca Selengkapnya....
Kumon Candraloka on Facebook

discuss with student

discuss with student

Class of Kumon Candraloka

Class of Kumon Candraloka