Thursday, June 14, 2012

Mengapa Ada Pengulangan?

Waktu kecil kita masing-masing pasti punya cerita bagaimana belajar naik sepeda roda dua. Ketrampilan ini memerlukan latihan yang berulang-ulang sampai bisa dan mahir. Bila diceritakan, ada saja keseruan yang kita alami saat-saat itu. Mulai dari berulang-ulang jatuh karena tidak bisa menjaga keseimbangan, kaki yang pegel-pegel, sampai mungkin tabrakan dengan sepeda teman. Namun semua kisah “tidak enak” tersebut menjadi cerita yang lucu kala diceritakan kembali. Sekarang setelah sebagian besar dari kita mahir mengendarai sepeda roda dua, kegiatan bersepeda bisa kita lakukan begitu saja seperti sebuah refleks. Bahkan aktifitas bersepeda atau kerennya disebut “gowes” sekarang sudah menjadi “trend” bagi banyak orang.

Di kelas Kumon seringkali ada pertanyaan : “Mengapa harus ada pengulangan?”
Nah, hampir sama seperti proses belajar naik sepeda roda dua, pengulangan di Kumon berguna untuk membentuk kemampuan yang kuat atau bisa disebut sebagai mahir. Karena tanpa pengulangan yang cukup, sampai lancar di step tertentu, siswa mungkin saja akan kesulitan memahami materi selanjutnya yang berkaitan dengan bahan pelajaran sebelumnya.

Bisa dibayangkan, bila kita belum bisa menjaga keseimbangan saat bersepeda di jalan yang rata dan lurus. Bagaimana sulitnya bila kita melakukannya di  jalan yang naik dan turun, berkelok-kelok atau di tengah keramaian lalu lintas. Seluruh tenaga dan pikiran terkuras, tetapi tetap saja kita tidak dapat maju dengan lancar.

Begitupun saat siswa belajar. Bila belum cukup lancar pada satu step dan kemudian diberikan kesulitan yang lebih lagi, akan terjadi kesulitan yang bertumpuk.  Misalnya siswa membutuhkan waktu yang lama untuk menjawab soal  “ 8 + 6 “ , tentu akan bertambah sulit saat diberikan soal “ 18 + 6 “  dan lebih lama lagi berpikirnya ketika menghitung  “ 28 + 16 “. Tentu saja belajar menjadi hal tidak menyenangkan baginya. Namun bila soal yang mudah bisa dikerjakannya dengan lancar, kesulitan di materi berikutnya pasti  bisa diselesaikannya dengan hanya sedikit berpikir.  Inilah yang disebut sebagai “just right level”. Tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit, tetapi pas.

Sebenarnya banyak hal di dalam kehidupan kita belajar dari pengulangan. Kita mahir karena berulang kali melakukannya dan menjadi biasa. Saya sering terkagum-kagum pada para ibu yang pandai memasak. Saat menakar jumlah garam atau bumbu untuk masakannya, mereka bisa melakukannya hanya dengan “kira-kira” namun “tepat”.  Istilah dalam resep “garam secukupmya”. Nah, cukupnya seberapa ya? Itulah kepekaan yang ada pada ahli-ahli masak itu karena mereka sering melakukannya. Ketrampilan yang didapat karena latihan berulang-ulang.
Yuk, kita ikut berlatih seperti anak-anak…tidak mudah menyerah bila memang perlu diulang.

Baca Selengkapnya....

Friday, June 8, 2012

Pekerjaan Rumah (PR) bukan Beban

Seorang anak lelaki kurus berjalan sambil menggendong adiknya yang lumpuh di punggungnya. Melihatnya, seseorang berkomentar prihatin, “Kasihan kau, Nak. Bebanmu pasti berat.”

Lalu terdengar jawan spontan, “Pak, ia bukan beban, ia saudaraku.”

Satu perbuatan yang dipandang beban oleh seseorang, nyatanya tidak bagi yang lain. Tergantung alasan ia melakukannya. Jika dilakukan dengan rasa sukacita, pasti berbeda.

Di Kumon, anak-anak harus mengerjakan PR setiap hari. Tentu porsi PR masing-masing anak berbeda. Tujuannya untuk membentuk kebiasaan belajar setiap hari yang akan sangat berguna bagi mereka kelak. Rutinitas ini seringkali dipandang sebagai beban bagi sebagian orang, Padahal dengan mengerjakan PR sebagai latihan (bila dikerjakan tiap-tiap hari) yang waktunya tidak lebih dari 30 menit, bahkan mungkin kurang, sangat besar manfaatnya untuk kemajuan belajar anak-anak. Bila hal tersebut dipandang sebagai beban, pastilah berat. Kalau saja rutinitas itu dilakukan dengan senang, rasanya pasti berbeda.

Mulailah merubah cara pandang kita terhadap PR. Cobalah melakukan rutinitas dengan hati sukacita, dan rasakan bedanya !

Baca Selengkapnya....

Wednesday, June 6, 2012

SI MUNGIL MOTIVATORKU

Kegembiraan atau kebahagiaan seringkali datang di saat yang tidak terduga. Seperti sebuah kejutan yang menyenangkan.  Saya sering mengalaminya justru di saat sibuk bekerja bahkan lelah. Rasa senang memberikan energi baru yang membuat sisa hari itu terasa ringan.

Beberapa hari yang lalu, di hari kelas, saya mendapatkan kejutan itu  dari si mungil Mieke yang berteriak girang, “Ibu Ria, aku sudah hafal perkalian 7!”
Beberapa saat sebelumnya ia tampak muram dan bilang susah menghafal perkalian 7. Kemudian saya dan Mieke berlatih bersama mengurutkan perkaliannya.  Dengan memberi  sedikit “clue” bila ia lupa, dengan senang Mieke mengingatnya. Saya mendampinginya hanya sebentar, tidak lebih dari  5 menit. Tetapi setelah itu ternyata ia menghafal dengan sungguh-sungguh. Dan setelah hafal dengan baik, segera menghampiri saya dengan “kejutan yang menyenangkan” itu. Luar biasa bagi saya, melihat seorang anak di usia belia begitu gigih berusaha mengalahkan rasa “sulit”. Sore itu saya mendapatkan energi baru, melakukan tugas saya dengan lebih semangat. Hadiah ini saya dapatkan dari gadis mungil Mieke yang usianya baru 6 tahun, masih kelas 1 SD! Lagi-lagi saya belajar dari anak-anak.

Sebelum pulang, Mieke masih berkomentar, “Habis ini perkalian 8!” Wow, dia siap dengan tantangan baru! Sambil tos-tosan saya tambah semangat.  Kalau Mieke tidak takut dengan tantangan kesulitannya, saya pun tidak boleh lemah dengan masalah. Dia motivator saya sore itu, lebih dari seorang Mario Teguh ^_^

Pelajaran hidup sebenarnya banyak di sekeliling kita, namun kita perlu bersikap terbuka dengan lingkungan dan peka terhadap kejadian di sekitar.  Kepekaan juga membuat kita dapat menemukan kebahagiaan yang lebih banyak di sepanjang kehidupan. Kebahagiaan yang tentu saja diikuti oleh rasa syukur.

Baca Selengkapnya....
Kumon Candraloka on Facebook

discuss with student

discuss with student

Class of Kumon Candraloka

Class of Kumon Candraloka