Tuesday, December 18, 2012

Just Right Level

Sewaktu kita masak dengan menggunakan panci  presto, ada keterangan yang harus dicermati dalam menggunakannya.  Waktu pemanasan dengan api besar dan api kecil disesuaikan dengan bahan makanan yang hendak diolah. Untuk melunakkan daging ayam dan daging sapi ada bedanya. Apalagi untuk membuat ikan duri lunak, diperlukan waktu yang lebih lama. Dengan pemakaian yang tepat, masakan kita akan matang sesuai yang diharapkan dan tentu enak dimakan.
Dalam kehidupan, terutama mendidik  anak, diperlukan keahlian menemukan “panas” yang tepat bagi masing-masing anak. Hampir seperti memasak, diperlukan besar api yang tepat supaya hasil akhirnya memuaskan. Tentu ini sangat tergantung pada kondisi setiap keluarga dan juga keinginan orangtua dan anak akan masa depannya.
Di kelas Kumon, kami menyebutnya sebagai “just right level”, yaitu tingkatan yang tepat bagi masing-masing individu anak. Dalam proses menggali potensi mereka, Kumon melakukan bimbingan individual. Itulah mengapa terkadang ada perbedaan cara bimbingan dan kemajuan bagi tiap anak. Bahkan untuk titik pangkal yang sama sekalipun, akan ada perbedaan entah pada cara bimbingan atau pada program belajarnya.
Just right level meliputi 3 aspek ketepatan yaitu: ketangkasan kerja, pemahaman dan sikap belajar. Dalam prosesnya aspek mana yang harus dikembangkan terlebih dahulu pada diri seorang anak, menjadi acuan bagi kami untuk merencanakan program belajar dan bimbingannya. Jadi seperti juga menentukan besar dan lamanya “api” untuk mematangkan masakan, di Kumon ketepatan bimbingan juga disesuaikan bagi setiap individu.
Pembentukan seperti apa yang akan kita rencanakan bagi anak-anak? Menjadikan mereka calon penerus bangsa yang tangguh dan pintar? Ayo, berlatih menemukan “api” yang tepat bagi mereka supaya kelak anak-anak siap menghadapi masa depannya. Tentu jangan abaikan “kasih sayang’ dalam mengasuh dan membesarkannya karena hal tersebut turut memberi  warna pada kedewasaannya kelak.

Baca Selengkapnya....

Tuesday, November 13, 2012

TIDAK ADA YANG INSTANT !


Dalam sebuah artikel di majalah Time, Sarah Vowell berkata bahwa ia telah mendaftar kursus 3 jam yang disebut “Piano Instant Bagi Orang Super Sibuk”. Menyesal karena tidak tekun belajar musik ketika masih kanak-kanak, ia bertekad untuk memainkan satu lagu dengan ingatannya. Ia menemukan bahwa meski tekadnya ini tampak sederhana, tetapi memerlukan waktu berjam-jam untuk latihan. Tidak ada yang namanya belajar piano “instant”.

Pengalaman tersebut adalah pengingat bahwa walaupun kita sering menginginkan hasil yang cepat, tetapi hal ini juga berkaitan dengan latihan kesabaran.  Saat anak-anak belajar di Kumon, latihan-latiahan yang tampak menjemukan merupakan tahapan yang harus dilewati untuk mencapai hasil yang luar biasa. Bila melihat siswa yang sudah belajar jauh di atas tingkatan kelasnya, itu bukan sesuatu yang instant. Ada usaha yang keras dan latihan dalam ketekunan yang telah dilewatinya. Jadi bukan sesuatu yang instant.

Ketekunan harus dilatih. Untuk mendapatkanya butuh kesabaran. Umumnya di Kumon, anak-anak yang belajar secara kontinyu setidaknya dalam satu tahun akan mencapai kemajuan besar. Tidak hanya pada materi pelajaran saja, tetapi perubahan yang lebih baik dalam sikap dan kebiasaan belajarnya. Tidak instant, bagi siswa yang kemampuannya melaju dengan cepat pun mereka mencapainya tidak secara instant.  Jadi, selain Kumon  meningkatkan kemampuan akademik siswa, dalam prosesnya juga mengajarkan “bila kita tekun, kita bisa memang”.

Baca Selengkapnya....

Sunday, August 26, 2012

LATIHAN SETIAP HARI, APA "IMBALAN"NYA?


Kita sering mendengar  slogan yang berakata “Do the best!”
Pimpinan atau atasan juga kerap mengatakan hal yang sama pada kita,”Lakukanlah yang terbaik!”
Meski demikian, tidak semua dari kita mau melakukan yang terbaik, sebaliknya kita melakukan pekerjaan dengan kualitas “biasa-biasa” saja, yang penting beres, atau bahkan cenderung “asal-asalan”.

Apa sebabnya kita memiliki mentalitas seperti itu? Kemungkinan besar karena kita tidak selalu yakin apa “imbalan” yang kita dapatkan atas upaya kita. Maka kita memilih bersikap “buat apa susah-susah”.
Kita tidak pernah tahu bahwa bila kita melakukan yang terbaik, kita akan tetap mendapat “imbalan” meski datangnya seingkali dari sumber yang tak terduga.  Ada suatu kisah menarik sebagai contoh.

Seorang tukang kayu yang sangat rajin, teliti, rapih dan cakap dalam pekerjaannya memutuskan untuk pensiun. Sang kontraktor tentu saja merasa sedih karena tukang kayu tersebut adalah salah satu pegawai terbaiknya. Untuk terakhir kalinya sang kontraktor meminta tukang kayu tersebut membangun satu rumah lagi. Tukang kayu itu setuju, namun karena ia pikir toh sebentar lagi ia pensiun, ia bekerja tidak dengan sungguh-sungguh seperti biasanya. Ia bekerja secara sembarangan, tidak rapih dan terlihat asal-asalan. Ketika tukang kayu tersebut selesai dengan pekerjaannya, sang kontraktor menyerahkan kunci pintu rumah yang selesai dibangun itu kepada si tukang kayu dan berkata,”Ini rumahmu. Ini hadian untukmu.”
Bisa dibayangkan betapa menyesalnya si tukang kayu karena ia tidak mengerjakan yang terbaik.

Anak-anak kita pun perlu belajar melakukan yang terbaik untuk membangun masa depannya. Mungkin saat ini mereka tidak menyadari atau memahami “imbalan” dari belajar sungguh-sungguh, berlatih sebaik-baiknya dan bersusah payah belajar setiap hari. Meski sulit membuat mereka yakin dengan hasilnya kelak, kita sebagai orangtua tetap harus bersikap bijak menanamkan mentalitas “do the best”.  Bukan sekedar hasil akhirnya, namun “usaha”nya. Lakukan yang terbaik sebagai usaha untuk membangun “rumah” masa depan mereka.

Baca Selengkapnya....

Saturday, July 21, 2012

BERLATIH DALAM SATUAN MENIT

Seorang penulis dan dosen bernama John Erskine (1879-1951) menyatakan bahwa ia mendapat pelajaran paling berharga dalam hidupnya ketika berusia 14 tahun. Guru pianonya bertanya, seberapa seing ia berlatih. Ia menjawab bahwa biasanya ia duduk di depan piano selama satu jam atau lebih.

“Jangan seperti itu,” sang guru memperingatkan. “Setelah dewasa nanti, kau tak punya waktu berlatih sebanyak itu. Berlatihlah dalam satuan menit, kapanpun kau sempat, 5 atau 10 menit sebelum berangkat sekolah, atau sesaat sebelum makan siang. Sisihkan waktu untuk latihan di antara tugas-tugas utamamu. Bagilah waktu latihan itu di sepanjang hari, barulah musik itu akan menjadi bagian dalam hidupmu.”

Selanjutnya Erskine menyatakan bahwa dengan mengikuti nasihat tersebut ia dapat menjadi penulis yang kreatif disamping tugas rutinnya. Ia menulis hampir seluruh buku Helen of Troy, karyanya yang paling termasyur, dalam angkutan umum ketika ia melakukn perjalanan dari rumah menuju kampusnya.

Latihan di Kumon yang biasa dikenal anak-anak sebagai PR, pada prinsipnya hampir sama dengan latihan bermain musik. Kalau dikerjakan dalam porsi waktu yang kecil-kecil, bisa membentuk kebiasaan belajar yang baik. Latihan PR Kumon di sela-sela kegiatan sekolah dan rutinitas lain memberikan pengalaman memanfaatkan waktu dengan baik. Dan semua latihan yang tampaknya biasa-biasa saja, tanpa disadari memberikan hasil yang luar biasa.

Tanamkan kebiasaan belajar yang baik dengan latihan dalam porsi kecil di antara kegiatan utama. Berlatihlah dalam satuan menit, setidaknya 30 menit setiap hari yang bisa dibagi-bagi dalam waktu lebih kecil di sepanjang hari itu. Rasakan hasilnya !

Baca Selengkapnya....

Thursday, June 14, 2012

Mengapa Ada Pengulangan?

Waktu kecil kita masing-masing pasti punya cerita bagaimana belajar naik sepeda roda dua. Ketrampilan ini memerlukan latihan yang berulang-ulang sampai bisa dan mahir. Bila diceritakan, ada saja keseruan yang kita alami saat-saat itu. Mulai dari berulang-ulang jatuh karena tidak bisa menjaga keseimbangan, kaki yang pegel-pegel, sampai mungkin tabrakan dengan sepeda teman. Namun semua kisah “tidak enak” tersebut menjadi cerita yang lucu kala diceritakan kembali. Sekarang setelah sebagian besar dari kita mahir mengendarai sepeda roda dua, kegiatan bersepeda bisa kita lakukan begitu saja seperti sebuah refleks. Bahkan aktifitas bersepeda atau kerennya disebut “gowes” sekarang sudah menjadi “trend” bagi banyak orang.

Di kelas Kumon seringkali ada pertanyaan : “Mengapa harus ada pengulangan?”
Nah, hampir sama seperti proses belajar naik sepeda roda dua, pengulangan di Kumon berguna untuk membentuk kemampuan yang kuat atau bisa disebut sebagai mahir. Karena tanpa pengulangan yang cukup, sampai lancar di step tertentu, siswa mungkin saja akan kesulitan memahami materi selanjutnya yang berkaitan dengan bahan pelajaran sebelumnya.

Bisa dibayangkan, bila kita belum bisa menjaga keseimbangan saat bersepeda di jalan yang rata dan lurus. Bagaimana sulitnya bila kita melakukannya di  jalan yang naik dan turun, berkelok-kelok atau di tengah keramaian lalu lintas. Seluruh tenaga dan pikiran terkuras, tetapi tetap saja kita tidak dapat maju dengan lancar.

Begitupun saat siswa belajar. Bila belum cukup lancar pada satu step dan kemudian diberikan kesulitan yang lebih lagi, akan terjadi kesulitan yang bertumpuk.  Misalnya siswa membutuhkan waktu yang lama untuk menjawab soal  “ 8 + 6 “ , tentu akan bertambah sulit saat diberikan soal “ 18 + 6 “  dan lebih lama lagi berpikirnya ketika menghitung  “ 28 + 16 “. Tentu saja belajar menjadi hal tidak menyenangkan baginya. Namun bila soal yang mudah bisa dikerjakannya dengan lancar, kesulitan di materi berikutnya pasti  bisa diselesaikannya dengan hanya sedikit berpikir.  Inilah yang disebut sebagai “just right level”. Tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit, tetapi pas.

Sebenarnya banyak hal di dalam kehidupan kita belajar dari pengulangan. Kita mahir karena berulang kali melakukannya dan menjadi biasa. Saya sering terkagum-kagum pada para ibu yang pandai memasak. Saat menakar jumlah garam atau bumbu untuk masakannya, mereka bisa melakukannya hanya dengan “kira-kira” namun “tepat”.  Istilah dalam resep “garam secukupmya”. Nah, cukupnya seberapa ya? Itulah kepekaan yang ada pada ahli-ahli masak itu karena mereka sering melakukannya. Ketrampilan yang didapat karena latihan berulang-ulang.
Yuk, kita ikut berlatih seperti anak-anak…tidak mudah menyerah bila memang perlu diulang.

Baca Selengkapnya....
Kumon Candraloka on Facebook

discuss with student

discuss with student

Class of Kumon Candraloka

Class of Kumon Candraloka